Kebudayaan dan Seni Islam Indonesia
A. Pengertian Seni dan Budaya
Seni merupakan ekspresi jiwa yang mengalir bebas, yang memerdekakan manusia dari belenggu rutinitas. Seni lahir dari jiwa manusia yang terdalam dan didorong oleh kecenderungan pada keindahan (Qardhawi, 2004). Menurut KBBI, seni adalah kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi (luar biasa).
Menurut KBBI, Budaya berarti sebuah pemikiran, adat istiadat atau akal budi. Secara tata bahasa, arti dari kebudayaan diturunkan dari kata budaya dimana cenderung menunjuk kepada cara berpikir manusia.
Ketika berbicara tentang definisi “kebudayaan”, konsep dari definisi kata tersebut telah dirumuskan oleh banyak ahli.
Terdapat konsep yang sangat beragam terkait dengan kebudayaan itu sendiri.Verkuyl (dalam Ismail, 2004) berpendapat bahwa kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta budaya yang merupakan bentuk jamak dari kata budi yang berarti roh atau akal. Sehingga kebudayaan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang diciptakan oleh manusia.
Konsep yang dikemukakan oleh Verkuyl diatas serupa dengan konsep yang dicetuskan oleh Koentjaraningrat (dalam Ismail, 2004) yang menyatakan bahwa kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta budhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi dan berarti budi dan akal. Oleh karena itu, kebudayaan menurut Koentjaraningrat dapat diartikan sebagai segala hal yang berkaitan dengan budi dan akal.
Dalam bahasa Inggris, istilah kebudayaan disebut dengan culture yang berasal dari bahasa Latin colere dan berarti mengolah atau mengerjakan. Dari arti tersebut berkembang arti dari culture yaitu segala usaha manusia untuk mengubah alam (Ismail, 2004). Istilah culture ini kemudian diserap kedalam bahasa Indonesia menjadi kultur yang berarti budaya. Sedangkan dalam bahasa Arab, istilah budaya disebut sebagai tsaqafah.
Kebudayaan merupakan segala sesuatu yang diciptakan oleh manusia, sehingga kebudayaan menjadi ciri khas dari manusia, karena tidak bisa diciptakan oleh binatang maupun tumbuhan yang tidak memiliki akal budi. Oleh karena itu, di suatu tempat dimana manusia berusaha dan melakukan sesuatu untuk eksistensi hidupnya, maka di tempat tersebut pasti ada kebudayaan. Jadi, dengan segala kemampuan akal budi yang dimilikinya manusia dapat menciptakan kebudayaan.
Kebudayaan Islam adalah penjelmaan iman dan al-a’malussalihat dari seorang muslim atau segolongan kaum muslim atau manisfestasi keimanan dan kebaktian dari penganut Islam sejati.
B. Hakikat Seni dan Budaya dalam Pandangan Islam
Islam sebagai agama yang paling agung telah menanamkan kecintaan dan rasa keindahan di setiap diri seorang muslim. Keindahan di dunia Dia ciptakan dengan sempurna serta didesain dengan detil segala sesuatu yang ada.
Islam menghidupkan rasa keindahan dan mendukung kreasi seni dalam batas-batas tertentu. Batas tersebut yang menjadikan karya seni itu memiliki manfaat, dan tidak mendatangkan mudharat. Berbagai karya seni unik telah dilahirkan oleh Islam, seperti seni kaligrafi, ornamen, serta ukiran yang banyak menghiasi masjid, rumah, serta bangunan atau benda-benda lain.
Selain itu Islam juga memperhatikan seni sastra yang sejak dulu sangat tersohor dikalangan masyarakat Arab. Kemudian datanglah Al-Qur’an dengan seni sastra yang luar biasa. Membaca dan mendengarkan Al-Qur’an cukup untuk menjadi penawar jiwa bagi orang-orang yang merenung dan berpikir.
Seni tak ubahnya seperti ilmu pengetahuan yang bisa digunakan untuk kebaikan dan kejahatan. Menurut Qardhawi (2004) bahwa seni merupakan media untuk mencapai suatu maksud, sehingga jika digunakan untuk mencapai sesuatu yang halal maka menjadi halal hukumnya. Begitu pula sebaliknya, jika seni digunakan untuk mencapai hal-hal yang haram, maka hukumnya pun menjadi haram.
Menurut Saifuddin (dalam Ismail, 2004) Islam bukanlah teologi karena logi artinya adalah ilmu yang merupakan salah satu produk dari kebudayaan. Oleh karena itu Islam bukanlah kebudayaan yang diciptakan oleh manusia.
C. Prinsip Islam dalam Menjalankan Aktivitas Seni dan Budaya
Dalam menjalankan aktivitas seni perlu adanya batas-batas syariah sehingga mampu membedakan dan memilah antara seni yang memang bernafaskan Islam atau seni yang hanya mengatasnamakan Islam.
Sebagaimana dinyatakan oleh Qardhawi (2004) bahwa seni dimaksudkan untuk mencapai sesuatu sehingga hukumnya menjadi seiring dengan maksud tersebut. Apabila maksudnya halal maka menjadi halal, dan sebaliknya, bila maksudnya haram maka hukumnya menjadi haram.
Dalam melakukan aktivitas seni maupun budaya perlu adanya pemahaman tentang syariat, sehingga tidak menyimpang dari nilai-nilai Islam. Akal pikiran manusia tidak mampu membedakan antara kebaikan dan keburukan jika tanpa bimbingan agama yang diwahyukan oleh Allah melalui rasul-Nya. Maka dalam melakukan aktivitas seni budaya harus mengacu pada sumber utama ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits. Sehingga dalam praktiknya tidak akan terjadi penyimpangan yang dapat menimbulkan murka Allah SWT.
Islam juga datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang yang tidak bermanfaat dan membawa madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam :
a. Pertama“Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam.”
Seperti : kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan di dalam masyarakat Aceh umpamanya, keluarga wanita biasanya menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas.
b. Kedua“Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam.”
Contoh : Tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran Islam , seperti lafadh “ talbiyah “ yang sarat dengan kesyirikan, thowaf di Ka’bah dengan telanjang.
c. Ketiga“Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam.”
Seperti budaya “ngaben” yang dilakukan oleh masyarakat Bali.
D. Perkembangan Kebudayaan dan Seni Islam Indonesia
Kesenian Islam Indonesia sebenarnya sangat minim bila dibandingkan dengan kesenian Islam di Negara lain. Hal ini disebabkan Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai sehingga seni Islam harus menyesuaikan diri dengan kebudayaan lama, dan Nusantara adalah negeri yang merupakan jalur perdagangan internasional, sehingga penduduknya lebih mementingkan masalah perdagangan daripada kesenian. Umat islam Indonesia dalam hal seni islam memang hanya menjadi pengikut, tidak pernah menjadi pemimpin. Keseniannya sangat sederhana dan miskin. Walaupun demikian, islam datang ke nusantara membawa tamaddun (kemajuan) dan kecerdasan.
Peninggalan-peninggalan kebudayaan dan seni islam di Indonesia:
1. Batu Nisan
Kebudayaan Islam dalam bidang seni mula-mula masuk ke Indonesia dalam bentuk batu nisan. Di Pasai masih dijumpai batu nisan makam Sultan Malik al-Saleh yang wafat tahun 1292. Hal yang dapat dicermati pada batu nisan merupakan indikator Persia yakni aksara yang dipahatkan pada batu nisan merupakan aksara shulus yang cirinya berbentuk segitiga pada bagian ujung. Gaya aksara jenis ini berkembang di Persia sebagai suatu karyaseni kaligrafi. Batu nisan Sultan Malik as-Saleh terdiri dari pualam putih yang di ukir dengan tulisan Arab yang sangat indah berisikan ayat al-Qur`an dan keterangan tentang orang yang dimakamkan serta hari dan tahun wafatnya. Makam-makam yang serupa dijumpai pula di Jawa, seperti makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik.
Indikator Persia lain ditemukan pada batu nisan Na‘ina Husam al-Din berupa kutipan syair yang ditulis penyair kenamaan Persia, Syaikh Muslih al-din Sa‘di (1193-1292 Masehi). Ditulis dalam bahasa Persia dengan aksara Arab. Batu nisan ini bentuknya indah dengan hiasan pohon yang distilir (disamarkan) dan hiasan-hiasan kaligrafi yang berisikan kutipan syair Persia dan kutipan al‘Quran II: 256 ayat Kursi. Terkadang nisan-nisan ini juga dipahatkan di atasnya kalimat-kalimat bernafaskan sufi, misalnya “Sesungguhnya dunia ini fana, dunia ini tidaklah kekal, sesungguhnya dunia ini ibarat sarang laba-laba”, dan lain sebagainya.
Meskipun pada umumnya nisan yang kebanyakan dipesan dari gujarat ini bercorak persia, namun bentuk-bentuk nisan kemudian hari tidak selalu demikian. Pengaruh kebudayaan setempat sering mempengaruhi, sehingga ada yang bentuknya teratai, keris, atau bentuk gunungan seperti gunungan pewayangan. Namun, kebudayaan nisan ini tidak berkembang lebih lanjut.
2. Perkembangan Aksara dan Seni Sastra (Kesusastraan)
Masuknya agama dan budaya Islam di Indonesia sangat berpengaruh terhadap perkembangan seni aksara dan seni sastra di Nusantara. Aksara dan seni sastra Islam pada awal perkembangannya banyak dijumpai di wilayah sekitar selat Malaka dan Pulau Jawa, walaupun jumlah karya sastra dan bentuknya sangat terbatas.
*Aksara masa awal Islam
Tersebarnya agama Islam ke Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan Arab Melayu. Di samping itu juga, huruf Arab berkembang menjadi seni kaligrafi yang banyak digunakan sebagai motif hiasan ataupun ukiran.
Penulis aksara Arab di Indonesia, biasanya dipadukan dengan seni jawa yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Huruf-huruf Arab yang tertulis dengan sangat indah itu disebut dengan seni kaligrafi (seni Khat). Seperti juga jenis karya seni rupa Islam lainnya, perkembangan seni kaligrafi Arab di Indonesia kurang begitu pesat. Pernah pada awal kedatangannya digunakan untuk mengukir nama dan menulis ayat al-Qur’an di makam-makam terkenal, seperti makam wali Maulana Malik Ibrahim di Gresik dan makam Raja Pasai. Di makam itu ditulis dengan huruf Arab yang Indah, seperti nama, hari, dan tahun wafat serta ayat-ayat al-Qur’an. Namun, kelanjutan seni kaligrafi tidak terlalu berkembang karena penerapan kaligrafi Arab sebagai hiasan sangat terbatas. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebab berikut :
° Penggunaan seni kaligrafi Arab sebagai hiasan di Indonesia masih sangat terbatas.
Bangunan-bangunan kuno pada permulaan berdirinya Kerajaan Islam kurang memberi peluang bagi penerapan seni kaligrafi.
° Bangunan masjid-masjid kuno seperti masjid Banten, Cirebon, Demak dan Kudus kurang memperhatikan penggunaan Seni Kaligrafi Arab.
° Seni Kaligrafi hadir dengan kondisi yang kurang menguntungkan, tetapi dapat dikatakan tetap ada perkembangan, ini bisa dilihat dari kitab-kitab bacaan yang agak berkembang di Aceh dan kerajaan-kerajaan Islam lain yang ulamanya banyak menulis kitab-kitab agama. Ini bersamaan dengan berkembangnya seni sastra Islam berupa sya’ir-sya’ir dan penulisan kitab-kitab keagamaan. Selain itu juga karena seni kaligrafi tetap diperlukan untuk berbagai macam keperluan seperti : untuk hiasan pada bangunan masjid, motif hiasan batik, hiasan pada keramik, hiasan pada keris, hiasan pada batu nisan dan, hiasan pada dinding rumah.
Sampai saat sekarang seni kaligrafi berkembang di Indonesia, terutama dalam seni ukir. Seni ukir kaligrafi ini dikembangkan oleh masyarakat dari Jepara.
* Seni sastra awal masa Islam
Sastra yang mempengaruhi islam terutama berkembang di daerah sekitar Selat Malaka (daerah melayu) dan Jawa. Di sekitar Selat Malaka merupakan perkembangan baru, sementara di Jawa merupakan kembangan dari sastra Hindu-Buddha.
Seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam adalah seni sastra yang berasal dari perpaduan sastra pengaruh Hindu – Budha dan sastra Islam yang banyak mendapat pengaruh Persia, seperti cerita-cerita tentang Amir Hamzah, Kalilah dan Dimnah, Bayan Budiman, Kisah 1001 malam (alf lailah wa lailah), dan Abu Nawas. Hampir semua cerita salinan itu dinamakan hikayat dan dimulai dengan nama Allah dan shalawat nabi.
Karya-karya sastra bentuk prosa dari Persia sampai pengaruhnya kepada kesusasteraan Indonesia misalnya kitab Menak yang ditulis dalam bahasa dan aksara Jawa yang semula ceritera dari Persia. Ceritera-ceritera Menak dalam arti Hikayat Amir Hamzah, biasanya ditampilkan pula dalam pertunjukan wayang golek yang konon diciptakan oleh Sunan Kudus, wayang kulit diciptakan oleh Sunan Kalijaga, dan wayang gedog diciptakan oleh Sunan Giri. Ceritera Menak jumlahnya tidak sedikit, misalnya kitab Rengganis yang banyak digemari oleh masyarakat Sasak di Lombok dan Palembang.
Hasil kesusastraan lain yang mendapat pengaruh Syi‘ah adalah Kisah Muhammad Hanafiah, mengisahkan pertempuran Hassan dan Husein, anak-anak Khalifah Ali, di medan perang Karbala. Ditulis dan diterjemahkan dalam bahasa Melayu pada sekitar abad ke-15 Masehi. Hikayat Amir Hamzah, merupakan kisah roman melegenda berdasarkan tokoh Hamzah ibn Abd. Al-Mutalib, paman Nabi Muhammad S.A.W. Kisah roman ini ditulis oleh Hamzah Fansuri, seorang ulama Melayu penganut tasawwuf.Mir‘at al-Mu‘minin (Cerminan jiwa insan setia) yang ditulis oleh Shamsuddin as-Sumatrani, seorang penasehat spiritual Sultan Iskandar Muda, murid dan penerus Hamzah Fansuri.
Bentuk seni sastra yang berkembang :
a. Babad
Babad ialah cerita berlatar belakang sejarah yang lebih banyak di bumbui dengan dongeng. Contohnya: Babad Tanah Jawi, Babad Demak, Babad Giyanti, dan sebagainya.
b. Hikayat
Hikayat ialah karya sastra yang berupa cerita atau dongeng yang dibuat sebagai sarana pelipur lara atau pembangkit semangat juang. Contoh, Hikayat Sri Rama, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Amir Hamzah dan sebagainya.
c. Syair
Syair ialah puisi lama yang tiap-tiap bait terdiri atas empat baris yang berakhir dengan bunyi yang sama. Contoh: Syair Abdul Muluk, Syair Ken Tambuhan, dan Gurindam Dua Belas.
Suluk
d. Suluk ialah kitab-kitab yang berisi ajaran Tasawuf, sifatnya pantheistis, yaitu manusia menyatu dengan Tuhan. Tasawuf juga sering dihubungkan dengan pengertian suluk yang artinya perjalanan. Alasannya, karena para sufi sering mengembara dari satu tempat ke tempat lain. Di Indonesia, suluk oleh para ahli tasawuf dipakai dalam arti karangan prosa maupun puisi. Istilah suluk kadang-kadang dihubungkan dengan tindakan zikir dan tirakat. Suluk yang terkenal, di antaranya: Suluk Sukarsah, Suluk Wijil, Suluk Malang Semirang.
3. Seni Bangunan (Arsitektur)
Sejak masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia banyak masjid didirikan dan termasuk masjid kuno, pada mulanya, bentuk masjid di Indonesia banyak dipengaruhi oleh seni bangunan Indonesia-Hindu. Setelah Indonesia merdeka dan dapat berhubungan dengan negara lain, maka unsur lama secara berangsur-angsur hilang. Di antaranya masjid Demak, masjid Kudus, masjid Banten, masjid Cirebon, masjid Ternate, masjid Angke, dan sebagainya.
4. Seni Pahat
Seni pahat seiring dengan kaligrafi. Seni pahat atau seni ukir berasal dari Jepara, kota awal berkembangnya agama Islam di Jawa yang sangat terkenal. Di dinding depan mesjid Mantingan (Jepara) terdapat seni pahat yang sepintas lalu merupakan pahatan tanaman yang dalam bahasa seninya disebut gaya arabesk, tetapi jika diteliiti dengan saksama di dalamnya terdapat pahatan kera. Di Cirebon malahan ada pahatan harimau. Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa seni pahat di kedua daerah tersebut (Jepara dan Cirebon), merupakan akulturasi antara budaya Hindu dengan budaya Islam.
5. Seni Pertunjukan
Di antara seni pertunjukan yang merupakan seni Islam adalah seni suara dan seni tari. Seni suara merupakan seni pertunjukan yang berisi salawat Nabi dengan iringan rebana. Dalam pergelarannya para peserta terdiri atas kaum pria duduk di lantai dengan membawakan lagu-lagu berisi pujian untuk Nabi Muhammad Saw. yang dibawakan secara lunak, namun iringan rebananya terasa dominan. Peserta mengenakan pakaian model Indonesia yang sejalan dengan ajaran Islam, seperti peci, baju tutup, dan sarung.
6. Tradisi atau Upacara
Tradisi atau upacara yang merupakan peninggalan Islam di antaranya ialah Gerebeg Maulud, aqiqah, khitanan, halal bihalal. Perayaan Gerebeg, dilihat dari tujuan dan waktunya merupakan budaya Islam. Akan tetapi, adanya gunungan ( tumpeng besar) dan iring-iringan gamelan menunjukkan budaya sebelumnya (Hindu Buddha). Kenduri Sultan tersebut dikeramatkan oleh penduduk yang yakin bahwa berkahnya sangat besar, yang menunjukkan bahwa animisme-dinamisme masih ada. Hal ini dikuatkan lagi dengan adanya upacara pembersihan barang-barang pusaka keraton seperti senjata (tombak dan keris) dan kereta. Upacara semacam ini masih kita dapatkan di bekas-bekas kerajaan Islam, seperti di Keraton Cirebon dan Keraton Surakarta.